Olenka by Budi Darma
My rating: 4 of 5 stars
Kalau Pak Budi Darma seorang perempuan dan feminis mungkin dia adalah Ayu Utami hahaha .... Saya pernah baca kalau tidak salah Ayu Atami mengagumi karya Budi Darma atapun pernah menulis sesuatu (pengantar?) pada tulisan beliau. Saya sebenarnya pernah membaca Larung dan Saman dulu. Saya melihat kemiripan tulisan Ayu Utami dengan tulisan beliau. Tulisan yang membutuhkan pembacaan dan pemahaman interteks, referensi dari kondisi sosial historis, filosofi dan budaya (tentu saja sesuai masanya), tapi entahlah mungkin saya salah :).
Saya merasa Pak Budi Darma seorang yang jeli dalam mengamati karakter manusia, ia menciptakan karakter yang manusiawi dengan segala kelebihan dan kekurangan. Ia mengekplorasi karater kejiwaan ciptaanya, mereka semua bukanlah orang yang suci, hitam-putih, tapi seorang yang pada satu waktu telah berbuat salah, terpentok – pentok dinding, sadar ataupun marah. Mereka adalah manusia – manusia yang dilihat dalam kerangka mereka sebagai manusia atau paling tidak dalam imajinasi kita mereka ini manusia. Tapi karakternya adalah karakter yang bisa kita lihat kedalaman jiwanya, ketika mereka berinstrospeksi.
Dalam kehidupan nyata manusia seringkali bukanlah makhluk yang logis. Saya merasa bahwa kelebatan – kelebatan pemikiran yang terdapat dalam jiwa manusia dapat ditangkap oleh beliau. Mungkin beberapa kelebatan dalam buku ini, sebagianya adalah pemikiran abstrak beliau, konon kalau seorang pelukis ini merupakan suatu tahap yang disebut ‘pra-konsepsi’ dimana pemikiran kita menghubungkan peristiwa – peristiwa dan benda – benda secara abstrak untuk menghubungkan atau mengasosiasikan dengan peristiwa, benda dalam alam realitas kita sebagai suatu imajinatif. Walaupun kadang – kadang orang neurotis juga melakukannya :D , tapi perbedaanya adalah mereka menjadikanya sebagai pijakan realitas yang real sedangkan para seniman mungkin tidak, setidaknya itu anggapan saya :D . Itu yang mungkin yang dalam sastra disebut pemahaman interteks atau microgenesis dalam pandangan psikologi atau seperti yang ditulis pak Budi Darma, “kekuatan intuisi yang transendental, [...] kekuatan common sense atau akal sehat tanpa penggunaan seperangkat teori dalam pengertian yang formal”.
Entah apapun itu dia berhasil dalam merangkainya, menjadi suatu yang utuh, setiap karakter dalam buku ini kalau mau jujur mungkin salah satu sifat-sifatnya dapat mewakili seseorang atau tidak seseorangpun, diri kita sendiri ataupun orang lain. Dalam hal ini saya merasa bahwa ‘Fanton Drummond’ pada beberapa waktu, dalam buku ini adalah Budi Darma yang sedang melayap kemana – mana, menjelajahi Bloomington, Indiana.
Sebuah novel yang refleksif dan kaya akan perenungan eksistensial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar